Faroidh adalah jamak dari faridhoh, Faridhoh diambil dari kata fardh
yang artinya taqdir (ketentuan). Faroidh secara syar’ie adalah bagian
yang telah ditentukan bagi ahli waris. Ilmu mengenai hal itu dinamakan
ilmu waris (‘ilmu mawaris) dan ilmu Faroidh, yaitu ilmu tentang
pembagian warisan menurut islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Bagi
sebagian orang, mempelajari ilmu Faroidh itu gampang-gampang susah.
Berdasarkan pengalaman sewaktu kuliah di Fakultas Syariah, dibutuhkan
waktu 2 semester untuk mempelajarinya sampai bisa praktek menghitung
harta warisan pada beberapa kasus yang rumit.
Di bawah ini adalah beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam yang menjelaskan beberapa keutamaan dan anjuran untuk mempelajari
dan mengajarkan ilmu faraid:
1. Abdullah bin Amr bin Al-Ash –radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ilmu
itu ada tiga, selain yang tiga hanya bersifat tambahan (sekunder),
yaitu ayat-ayat muhakkamah (yang jelas ketentuannya), sunnah Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dilaksanakan, dan ilmu faraid.” (HR Ibnu Majah)
2. Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Pelajarilah
ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah
orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan
fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian
warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup
meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka.” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim)
3. Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Pelajarilah
ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya,
ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama
yang akan diangkat dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan Ad-Darquthni)
4. Dalam riwayat lain disebutkan, “Pelajarilah ilmu faraid, karena ia termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku.” (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)
Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan ilmu
ini, sehingga mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu mereka untuk
menelaah, mengajarkan, menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraid, serta
mengarang beberapa buku tentang faraid. Mereka melakukan hal ini karena
anjuran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diatas.
Umar bin Khattab –radhiyallahu ‘anhu- telah berkata, “Pelajarilah ilmu faraid, karena ia sesungguhnya termasuk bagian dari agama kalian.” Kemudian Amirul Mukminin berkata lagi, “Jika kalian berbicara, bicaralah dengan ilmu faraid, dan jika kalian bermain-main, bermain-mainlah dengan satu lemparan.” Kemudian Amirul Mukminin berkata kembali, “Pelajarilah ilmu faraid, ilmu nahwu, dan ilmu hadits sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur`an.”
Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkomentar tentang ayat Al-Qur`an yang berbunyi, “…Jika
kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfaal: 73), menurut beliau makna
ayat di atas adalah jika kita tidak melaksanakan pembagian harta waris
sesuai yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, niscaya
akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.
Abu Musa Al-Asy’ari –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Perumpamaan
orang yang membaca Al-Qur`an dan tidak cakap (pandai) di dalam ilmu
faraid, adalah seperti mantel yang tidak bertudung kepala.”
Demikianlah, ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para
shahabat dan orang-orang shalih terdahulu, sehingga menjadi jelas
bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia dan perkara-perkara yang
penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur`an dan sunnah
Rasul-Nya.
Mengapa Mempelajari Ilmu Faraidh Penting?
1. Ilmu faraidh adalah setengah dari ilmu yang primer (utama) untuk dipelajari.
2. Mempelajari ilmu Faraidh mengandung ratusan kebajikan
Al-Futuhiy dalam syarahnya atas buku ‘Ala Muntaha Al-Iradah, dan Al-Butuhiy dalam syarahnya atas buku Al-Iqna` : “..Mempelajari satu masalah dalam ilmu faraidh mempunyai ratusan kebajikan, sedangkan selainnya hanya sepuluh kebajikan…”
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala secara langsung (tidak melalui
Nabi & Rasul) menjelaskan ilmu Faraidh secara rinci kepada umat
manusia (dalam Al-Qur`an).
Ini seperti tercatat dalam salah satu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya
Allah Subhanhu wa Ta’ala tidak mewakilkan pembagian harta waris kalian
kepada seorang Nabi atau Rasul-Nya maupun raja yang luhur, tetapi Dia
menguasakan penjelasannya sehingga membaginya dengan sejelas-jelasnya”
Allah Subhanhu wa Ta’ala juga menjelaskan ilmu Faraidh
sedemikian rinci, lengkap dengan rumus pembagian warisan, syarat-syarat
ahli waris, dan sekurang-kurangnya ada 9 ayat yang menjelaskan masalah
faraidh secara panjang lebar dan rinci dalam Al-Qur`an.
4. Ilmu Faraidh adalah ilmu yang pertama kali dicabut sebelum Kiamat tiba.
5. Penyebab munculnya dunia yang dipenuhi fitnah
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Pelajarilah ilmu
faraidh serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang
yang akan direnggut (mati), sedang ilmu itu angkat diangkat dan fitnah
akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian
warisan, mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup melerai
mereka” (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Hakim)
6. Penyebab munculnya dunia yang penuh kekacauan dan kerusakan
Penjelasan seorang shahabat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yakni
Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- bahwa urgensi menghidupkan ilmu Faraidh
tercermin dalam firman Allah Subhanhu wa Ta’ala dalam suratAl-Anfaal:
73, “Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar.”
Mengapa Ilmu Faraidh Ditinggalkan?
1. Pembicaraan mengenai warisan adalah masalah sensitif
Pandangan salah anggota keluarga:
“Orangtua kita sedang sekarat…ini bukan saat yang pantas membicarakan soal harta warisan . . .”
“Ia selalu paling semangat membicarakan warisan. . mungkin ia ingin cepat orangtuanya mati…”
“Orang tuanya belum mati aja sudah pada ribut bicarain warisan..”
2. Masalah pembagian warisan dianggap tidak penting
Pandangan salah calon penghuni kubur :
“Hartaku tidak seberapa, apa yang bisa saya bagi, anakpun saya sudah pada mandiri…”
“Ahh..itukan urusan keturunan saya, nanti saja mereka bicarakan kalau saya sudah dalam kubur..”
“Di lingkungan saya, semuanya shalih, sudah kaya, tidak
materialis… kalaupun ada pembagian warisan yang tidak adil, umumnya
mereka rela-rela aja…(catatan : pembagian waris bukan persoalan rela tidak rela, tapi pembagian sesuai ketentuan syariah)
3. Karena ilmunya dianggap sudah jelas (mudah dipelajari)
namun membosankan untuk dipejari (karena banyak rumus yang rumit),
sehingga membuat generasi muda sering enggan mempelajarinya.
Apakah Ilmu Faraidh sudah mulai ditinggalkan umat Islam?
1. Pandanglah ke sekeliling kita, minimal ke keluarga kita sendiri,
hampir tidak ada masalah warisan yang tidak menjadi masalah keluarga.
Bukan masalah rela tidak rela, tapi apakah yang meninggalkan dunia dan
yang ditinggalkan oleh yang wafat sudah memahami cara pembagian wasiat
menurut syariah atau sudahkah ditinggalkan surat wasiat dengan baik dan
benar?
2. Di Negara Malaysia setiap orang wafat tanpa meninggalkan surat wasiat maka
harta waris memerlukan proses hukum 5 hingga 10 tahun dan sering
akhirnya tidak diproses hingga disita negara. Dilaporkan bahwa
di Malaysia ada sekitar Rp. 7 ribu triliun harta waris yang tertunda
penyerahannya ke ahli waris karena ahli waris tidak
ditinggalkan surat wasiat oleh keluarganya yang wafat
3. Di Indonesia, ilmu faraidh bisa lebih cepat lagi ditinggalkan
umat, karena tanpa meninggalkan surat wasiat yang baik dan benarpun, ahli
waris (keluarganya) dengan mudah melakukan pembagian warisan. Yang ada
di Indonesia hanya hambatan internal keluarga, sedangkan hambatan hukum
relatif lebih mudah diselesaikan bahkan cukup di kantor kecamatan. Hal
ini membuat masyarakat semakin tidak merasakan urgensi
membuat surat wasiat
14 Alasan Tidak Dijalankannya Ilmu dan Hukum Faraidh di Indonesia
Adapun di antara beberapa alasan belum atau tidak dilaksanakannya
pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam adalah sebagai
berikut:
1. Tidak mengetahui ilmunya
Ilmu tentang pembagian harta warisan, yang disebut juga ilmu faraidh,
sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
merupakan ilmu yang sangat sedikit orang yang mengetahuinya. Bahkan ilmu
ini merupakan ilmu yang pertama kali akan diangkat (dicabut) dari bumi
ini oleh Allah dengan cara dimatikan-Nya para ulama yang mengerti ilmu
ini satu demi satu pada akhir zaman.
2. Masih mengutamakan (mendahulukan) adat-istiadat yang berlaku di masyarakat daripada aturan syariat Islam
Dalam pelaksanaannya, pembagian harta warisan masih kental dengan
pengaruh adat-istiadat yang berlaku di daerah masing-masing. Sebagai
contoh, untuk kasus diIndonesia, yang terdiri dari ratusan suku dengan
budayanya masing-masing, terdapat banyak sekali perbedaan dalam hal
warisan. Sebagian ada yang menggunakan garis bapak saja (patrilineal)
sehingga hanya membagi warisan kepada pihak laki-laki, sementara
sebagian yang lain menggunakan garis ibu saja (matrilineal) sehingga
yang mendapat bagian hanya dari pihak perempuan; sebagian hanya
memberikan kepada anak tertua, sementara sebagian yang lain hanya
memberikan kepada anak termuda; sebagian lagi membagikan warisan secara
sama rata.
3. Takut bagiannya sedikit atau tidak mendapat bagian sama sekali
Kecintaan dan ketamakan pada harta mendorong manusia untuk berusaha
mendapatkannya dengan sekuat tenaga meskipun kadangkala membuat mereka
melakukan perbuatan yang melanggar aturan syariat. Sebagian ahli waris
ada yang, karena telah mengetahui bagiannya dari harta warisan jika
dibagi menurut hukum faraidh Islam menjadi sedikit atau tidak mendapat
bagian sama sekali, berusaha untuk tidak menjalankan pembagian menurut
hukum waris Islam. Sebagai gantinya, mereka melakukan pembagian warisan
menurut cara mereka sendiri agar mereka mendapat bagian, atau bagian
mereka menjadi lebih banyak.
4. Tidak mau repot
Dalam kenyataannya di masyarakat, kebanyakan orang Islam tidak mau
membagi warisan menurut syariat Islam karena mereka tidak mau repot atau
susah. Mereka menganggap hukum waris Islam rumit kalau diterapkan
sehingga mereka menggunakan cara pembagian yang mudah, mislnya dengan
musyawarah keluarga; yang penting, harta warisan dibagikan kepada
orang-orang yang menjadi ahli waris.
5.Menganggap ilmu faraidh sebagai ilmu yang sangat sulit dipelajari dan dilaksanakan
Karena belum mempelajari atau tidak mau mempelajari ilmu faraidh,
maka kebanyakan orang Islam menganggap ilmu faraidh sulit dipelajari
apalagi dilaksanakan. Anggapan seperti ini sudah menjadi kecenderungan
di dalam sebagian besar orang Islam yang awam.
6. Merasa hukum waris Islam tidak adil
Sebagian kalangan menganggap bahwa hukum waris Islam tidak layak
diterapkan karena merasa hukum ini tidak adil. Salah satu hal yang
melandasi anggapan ini adalah masalah gender, misalnya mereka tidak puas
karena bagian anak perempuan hanya setengah dari bagian anak laki-laki.
Anggapan dan tuduhan ini muncul karena adanya pemahaman yang salah
terhadap hukum waris Islam, dan ini banyak dilontarkan oleh kalangan
yang benci dengan syariat Islam, baik dari kalangan orientalis maupun
orang-orang munafik.
7. Menganggap hukum waris Islam tidak kuat dan tidak mengikat bagi umat Islam
Sama halnya dengan yang merasa hukum waris Islam tidak adil, mereka
juga menganggap hukum waris Islam tidak kuat dan tidak mengikat bagi
umat Islam. Kelompok yang memiliki anggapan ini umumnya lebih
mengutamakan akal (rasio) dalam menafsirkan Al-Qur`an dan Hadits.
8. Hukum waris Islam belum dituangkan sebagai hukum positif dalam bentuk Undang-Undang
Belum adanya peraturan dalam bentuk Undang-Undang yang diberlakukan
di negara kita, juga menjadi salah satu alasan bagi umat Islam di
Indonesia untuk tidak mau menjalankan pembagian warisan menurut hukum
waris Islam. Umumnya mereka berpendapat bahwa hukum waris Islam baru
bisa dilaksanakan jika sudah menjadi hukum positif, sama seperti
Undang-Undang yang lain. Wal’iyadzubillah
9.Adanya beberapa perbedaan pendapat ulama dalam masalah pembagian harta warisan
Perbedaan madzhab dalam masalah warisan juga sering dijadikan alasan
orang untuk tidak mau menjalankan hukum waris Islam karena mereka
menganggap tidak ada kesatuan aturan yang menjadi pedoman. Hal ini
sebenarnya hanya merupakan alasan orang-orang yang tidak memiliki
pendirian dan selalu ragu-ragu dalam menjalankan syariat Islam.
10. Menganggap hukum waris Islam hanya fatwa para ulama
Anggapan ini hanya dilontarkan oleh sebagian orang karena
ketidaktahuan, dan ke engganan mereka untuk belajar ilmu faraidh. Umumnya
orang-orang awam berpendapat seperti ini.
11.Menganggap bahwa yang memiliki harta memiliki hak mutlak untuk membagi warisannya kepada para ahli waris ketika masih hidup
Karena merasa bahwa harta yang dimiliki merupakan hak mutlak yang
diperoleh dari hasil usaha dan jerih payahnya sendiri, banyak orang yang
membagikan hartanya sebagai warisan ketika mereka masih hidup kepada
para ahli warisnya dengan cara pembagian sendiri yang mereka anggap
sudah adil menurut mereka tanpa memperhatikan hukum waris Islam.
12. Menganggap bahwa pembagian warisan cukup dibagi dengan cara pemberian wasiat saja
Sebagian orang membagi warisan dengan cara memberi wasiat kepada
calon ahli warisnya ketika mereka masih hidup untuk dibagikan setelah
mereka wafat. Mereka menganggap itulah pembagian yang benar tanpa
mengindahkan aturan-atuan pembagian warisan menurut syariat Islam.
13. Menganggap bahwa pembagian warisan sudah adil jika dibagi secara sama rata di antara semua ahli waris
Sebagian orang memiliki prinsip sama-rata sama-rasa, dan hal itu juga
mereka terapkan dalam pembagian harta warisan. Semua ahli waris
diberikan bagian yang sama besar tanpa memandang kedudukan masing-masing
di dalam susunan ahli waris. Mereka menganggap itulah keadilan yang
sesungguhnya.
14. Belum adanya lembaga yang berwenang mutlak mengurus dan mengatur pembagian harta warisan di antara umat Islam
Benar bahwa di negara kita belum ada lembaga khusus yang berwenang
mutlak mengurus dan mengatur pembagian harta warisan di antara umat
Islam. Tetapi hal ini justru dijadikan alasan sebagian orang untuk tidak
menjalankan pembagian warisan sesuai dengan hukum waris Islam.
Namun saat ini untuk
bisa sampai praktek menghitung harta warisan tidak perlu waktu 2
semester, karena sudah banyak tersedia aplikasi atau software yang akan
memudahkan ummat Islam dalam menentukan pembagian warisan berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits.
Postingan ini mungkin dianggap jadul dan
kurang menarik bagi sebagian orang, tapi saya yakin masih banyak juga
yang membutuhkannya terutama para netter baru. Jadi jika ada yang
berminat silahkan download 2 aplikasi penghitung harta warisan berikut ini :
- Software pertama bernama Faraidh buatan Agung Yulianto (disusun berdasarkan kitab fiqih Fiqhus Sunnah karya syaikh Sayyid Sabiq). Walau apilkasinya masih sangat sederhana tapi cukup membantu dalam memecahkan masalah pembagian harta warisan. Saya bahkan sudah menggunakannya sejak Tahun 2007.
- Software ke dua bernama At-Tashil buatan Ahmad Ruswandi dan kaisansoft.com (saat ini sudah sampai versi 4.2). Software ke dua ini lebih lengkap dari yang pertama dengan fitur diantaranya : Bagan Ahli Waris, Perincian dan Ringkasan Ilmu Waris.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !